Kesultanan Sambas

Kesultanan Sambas

كسلطانن ملايو سمبس
1671–sekarang
Bendera Kesultanan Sambas
Bendera
{{{coat_alt}}}
Lambang
Istana Alwatzikhubillah di Sambas
Istana Alwatzikhubillah di Sambas
Ibu kotaSambas
Bahasa yang umum digunakanMelayu Sambas
Agama
Islam
PemerintahanMonarki Kesultanan
Sultan 
• 1671-1682
Sultan Muhammad Shafiuddin I
• 1931-1944
Sultan Muhammad Ibrahim Shafiuddin
• 2008-Sekarang
Sultan Muda Muhammad Tarhan
Sejarah 
• Didirikan
1671
1944
• Pembubaran Daerah Istimewa Kalimantan Barat
sekarang
Didahului oleh
Digantikan oleh
kslKesultanan
Brunei
Indonesia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Kesultanan Sambas adalah sebuah Kerajaan Melayu Islam yang terletak di wilayah pesisir utara Provinsi Kalimantan Barat atau wilayah barat laut Pulau Kalimantan dengan pusat pemerintahannya adalah di Kota Sambas sekarang. Kesultanan Sambas adalah penerus pemerintahan dari kerajaan-kerajaan Sambas sebelumnya. Kerajaan yang bernama "Sambas" di wilayah ini paling tidak telah berdiri dan berkembang sebelum abad ke-14 M sebagaimana yang tercantum dalam Kitab Negarakertagama karya Mpu Prapanca. Pada masa itu, rajanya bergelar "Nek". Salah satunya bernama Nek Riuh. Setelah masa Nek Riuh, sekitar abad ke-15 M muncul pemerintahan raja yang bernama Tan Unggal yang terkenal sangat kejam. Karena kekejamannya ini, Raja Tan Unggal kemudian dikudeta oleh rakyat dan setelah itu selama puluhan tahun rakyat di wilayah Sungai Sambas tidak mau mengangkat raja lagi. Pada masa kekosongan pemerintahan di wilayah Sungai Sambas inilah kemudian pada awal abad ke-16 M (1530) datang rombongan besar orang-orang dari Pulau Jawa (sekitar lebih dari 500 orang) yaitu dari kalangan bangsawan Kerajaan Majapahit yang masih beragama Hindu, yaitu keturunan dari raja Majapahit sebelumnya yang bernama Wikramawardhana.

Wilayah pesisir dan tengah Sungai Sambas ini telah sejak ratusan tahun didiami oleh orang-orang Melayu yang telah mengalami asimilasi dengan orang-orang Dayak pesisir di mana karena saat itu wilayah ini sedang tidak be raja (sepeninggal Raja Tan Unggal) maka kedatangan rombongan pelarian Majapahit ini berjalan mulus tanpa menimbulkan konflik. Rombongan Majapahit ini kemudian menetap di hulu Sungai Sambas yaitu di suatu tempat yang sekarang disebut dengan nama "Kota Lama". Setelah sekitar lebih dari 10 tahun menetap di "Kota Lama" dan melihat keadaan wilayah Sungai Sambas ini aman dan kondusif maka kemudian para pelarian Majapahit ini mendirikan sebuah Kerajaan bercorak Hindu yang kemudian disebut dengan nama "Panembahan Sambas". Raja Panembahan Sambas ini bergelar "Ratu" (Raja Laki-laki) di mana Raja yang pertama tidak diketahui namanya yang kemudian setelah wafat digantikan oleh anaknya yang bergelar Ratu Timbang Paseban, setelah Ratu Timbang Paseban wafat lalu digantikan oleh adindanya yang bergelar Ratu Sapudak. Pada masa Ratu Sapudak inilah untuk pertama kalinya diadakan kerjasama perdagangan antara Panembahan Sambas ini dengan VOC yaitu pada tahun 1609.

Pada masa Ratu Sapudak inilah rombongan Sultan Tengah (Sultan Sarawak ke-1) bin Sultan Muhammad Hasan (Sultan Brunei ke-9) datang dari Kesultanan Sukadana ke wilayah Sungai Sambas dan kemudian menetap di wilayah Sungai Sambas ini (daerah Kembayat Sri Negara). Anak laki-laki sulung Sultan Tengah yang bernama Sulaiman kemudian dinikahkan dengan anak bungsu Ratu Sapudak yang bernama Mas Ayu Bungsu sehingga nama Sulaiman kemudian berubah menjadi Raden Sulaiman. Raden Sulaiman inilah yang kemudian setelah keruntuhan Panembahan Sambas di Kota Lama mendirikan Kerajaan baru yaitu Kesultanan Sambas dengan Raden Sulaiman menjadi Sultan Sambas pertama bergelar Sultan Muhammad Shafiuddin I yaitu pada tahun 1671.


© MMXXIII Rich X Search. We shall prevail. All rights reserved. Rich X Search